KUTAIPANRITA.ID, KUTAI KARTANEGARA – Upaya pelestarian kesenian tradisional di tengah arus modernisasi bukanlah perkara mudah. Namun sekelompok anak muda di Tenggarong memilih tetap teguh menjaga identitas lokal melalui musik. Mereka tergabung dalam grup Sape’ Akustik Nusantara (SAN), yang memadukan alat musik tradisional Sape’ khas Dayak Kenyah dengan instrumen modern seperti gitar dan cajon.
Grup ini mulai aktif sejak tahun 2021, berawal dari kolaborasi sejumlah musisi yang diminta oleh event organizer untuk membawakan musik tradisional. Dari sinilah muncul ide menggabungkan nuansa etnik dengan gaya akustik modern yang lebih akrab di telinga generasi muda. Gagasan itu kemudian dikembangkan secara serius hingga resmi dipatenkan dengan nama Sape’ Akustik Nusantara.
“Ada tiga personel inti. Saya di kajon, Helmi main gitar, dan Mahdi Rinjani atau Aditya Clara Yooh sebagai pemain sape’,” ujar Fairuzzabady, manajer sekaligus pemain cajon SAN.
Meski terbilang baru, SAN cukup aktif tampil di berbagai acara komunitas, event pemerintah, hingga panggung café. Mereka juga kerap mendapat undangan tampil di luar daerah, seperti Samarinda, Bontang, dan Balikpapan.
Namun menurut Fairuz, perjalanan SAN tidak selalu mudah. Salah satu tantangan terbesar adalah memadukan alunan sape’ yang sarat nilai tradisi dengan musik modern agar tetap nyaman dinikmati oleh berbagai kalangan, terutama generasi muda.
“Harapannya, musik ini bisa jadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Tradisi tetap hidup, bahkan lebih dikenal luas. Apalagi Kukar ini mitra IKN, jadi wajib menjaga budaya kita,” ucapnya.
Dalam setiap penampilan, SAN tetap menonjolkan sape’ sebagai pusat musik, sementara gitar dan kajon menjadi pengiring yang menyelaraskan suasana. Repertoar mereka pun fleksibel, dari lagu era 80-an dan 90-an hingga lagu-lagu hits masa kini.
Meski sudah banyak dikenal, dukungan dari pemerintah daerah dinilai belum maksimal. Fairuz menyebut dukungan yang diterima SAN baru sekitar 30 persen dari yang seharusnya. Selebihnya, mereka tetap bergerak secara mandiri.
Namun, mereka tetap bersyukur karena beberapa tahun terakhir mulai dilibatkan dalam event-event yang digelar oleh Dinas Pariwisata Kukar, seperti di Simpang Odah Etam, Mal Pelayanan Publik (MPP), dan berbagai kegiatan seni lainnya.
Salah satu momentum yang membuat nama SAN dikenal luas adalah saat mereka mengaransemen lagu Sial milik Mahalini dengan sentuhan musik sape’. Versi ini viral, meski dibawakan tanpa vokalis, hanya dengan harmonisasi sape, gitar, dan kajon.
Personel SAN lainnya, Mahdi Rinjani, menaruh harapan besar agar ke depan para musisi tradisi dan pelaku seni di Kukar mendapat ruang berekspresi yang lebih luas dan layak.
Ia mengenang keberadaan Serapo, ruang seni yang dulu terletak di dekat Museum Mulawarman, yang kini sudah tidak difungsikan lagi.
“Dulu teater, musik, dan seni tradisi bisa berkumpul di sana. Sekarang tidak ada lagi. Harapannya ada gedung atau ruang baru, tempat para pelaku ekonomi kreatif berkumpul, berbagi ilmu, dan berkarya bersama,” ucap Mahdi.
Ia juga menyarankan agar taman-taman kota, seperti Taman Tanjong, dapat dijadikan sebagai ruang publik tempat musisi tampil.
“Kami tidak masalah bawa alat sendiri. Yang penting bisa tampil dan mengekspresikan hasil latihan kami,” tambahnya.
Menurut Mahdi, jika ada wadah yang inklusif dan representatif, kolaborasi lintas komunitas akan tumbuh.
“Kami terbuka berkolaborasi tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang. Tujuannya cuma satu: memajukan kesenian Kukar,” tegasnya.
Menjawab kebutuhan tersebut, Bupati Kukar Aulia Rahman Basri bersama Wakil Bupati Rendi Solihin kini tengah mempersiapkan pembangunan Gedung Ekonomi Kreatif (Ekraf) Kukar, yang diharapkan menjadi ruang baru bagi para pelaku seni dan kreatif.
“Kami ingin ruang publik ini bisa mengakomodir kawan-kawan musisi dan pelaku ekonomi kreatif dalam satu kawasan,” ujar Bupati Aulia.
Ia menambahkan, pembangunan gedung tersebut masih berproses dan ditargetkan bisa digunakan pada tahun 2026.
Langkah ini memberi harapan baru bagi musisi seperti SAN dan komunitas seni lainnya, bahwa masa depan kesenian tradisional dan kreativitas lokal masih bisa tumbuh subur di tanah sendiri.
Sumber : Andri