KUTAIPANRITA.ID, KUTAI KARTANEGARA – Di tengah gempuran budaya digital dan menurunnya minat generasi muda terhadap kesenian tradisional, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) berupaya menghidupkan kembali tradisi lisan yang hampir terlupakan.
Melalui Workshop Sastra Lisan yang digelar pada 20–21 Oktober 2025, pelajar diajak mengenal, memahami, dan mencintai kembali seni tutur khas daerah seperti Tarsul, Dandeng, dan Ladong.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini diikuti puluhan siswa-siswi SMP dari berbagai sekolah di Kukar, didampingi guru masing-masing. Workshop tersebut menjadi wadah pembinaan dan pelestarian tradisi tutur Kutai Kartanegara yang kini mulai jarang ditampilkan di ruang publik.
Para peserta tidak hanya menerima materi seputar sejarah dan filosofi sastra lisan, tetapi juga berlatih langsung menuturkan syair, pantun, dan ungkapan khas daerah. Dengan pendekatan praktik, para pelajar diajak untuk merasakan langsung keindahan bahasa dan kekayaan nilai dalam seni tutur masyarakat Kutai.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya revitalisasi tradisi lisan agar tidak punah di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media hiburan modern.
“Workshop ini membahas seni tutur bahasa lisan seperti Tarsul, Dandeng, dan Ladong. Kalau Tarsul masih sering ditampilkan, sementara berdandeng dan meladong ini mulai jarang. Padahal dulu keduanya menjadi bagian penting dalam acara adat dan pernikahan masyarakat,” ujar Puji, Senin (20/10/2025).
Ia menambahkan, seni lisan seperti Dandeng dan Ladong memiliki ciri khas tersendiri yang menuntut kemampuan spontanitas dan keluwesan berbahasa. Karena itulah, latihan dan pembinaan sejak dini menjadi penting agar tradisi ini tetap hidup di tengah generasi muda.
Melalui kegiatan ini, siswa diharapkan tidak hanya mampu menuturkan kembali karya sastra lisan, tetapi juga memahami nilai moral, etika, dan filosofi yang terkandung di dalamnya.
“Kami ingin anak-anak memahami bahwa sastra lisan bukan sekadar hiburan. Di dalamnya ada nilai-nilai kebijaksanaan, sopan santun, dan cinta budaya yang perlu dijaga,” tambah Puji.
Menurutnya, revitalisasi tradisi lisan harus dilakukan dengan cara yang sesuai zaman, misalnya menggabungkan seni tutur dengan media digital seperti video pendek atau konten kreatif berbasis budaya. Dengan begitu, pelestarian tradisi tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga mampu menjangkau audiens muda yang lebih luas.
Puji berharap kegiatan semacam ini dapat terus digelar secara rutin di sekolah-sekolah, agar pelajar semakin akrab dengan budaya daerahnya sendiri.
Ia menegaskan, pelestarian budaya lisan tidak cukup hanya dengan dokumentasi atau pementasan sesekali, tetapi harus menjadi bagian dari proses pendidikan karakter di sekolah.
“Sekolah adalah tempat terbaik untuk menanamkan kecintaan pada budaya. Kalau sejak SMP mereka sudah mengenal Tarsul, Dandeng, dan Ladong, maka tradisi ini tidak akan hilang. Justru bisa berkembang menjadi bentuk seni baru yang relevan dengan masa kini,” pungkasnya.
Dengan semangat revitalisasi tersebut, Workshop Sastra Lisan menjadi bukti nyata komitmen Disdikbud Kukar dalam menjaga identitas budaya lokal di tengah derasnya arus globalisasi dan dunia digital yang kian mendominasi ruang generasi muda. (ADV/Disdikbud Kukar)
Pewarta : Indirwan Editor : Fairuzzabady