KUTAIPANRITA.ID – Menyeberangi Samarinda dulu tidak semudah saat ini. Dulu belum ada jembatan penyeberangan seperti saat ini. Masyarakat Samarinda dulu mengandalkan transportasi ini untuk menyeberangi Sungai Mahakam yang luas.
Siapa yang tidak mengenal perahu tambangan? Alat transportasi yang satu ini menjadi andalan masyarakat Samarinda dahulu untuk menyeberangi Sungai Mahakam. Perahu ini memiliki panjang 18 meter dengan lebar 2,5 meter. Bahannya terbuat dari kayu ulin dan memiliki kapasitas penumpang 20 orang. Perahu ini bertanggung jawab untuk menghubungkan Samarinda Kota dengan Samarinda Seberang dahulu.
Perahu kecil ini mengalami masa kejayaannya pada tahun 1980-an. Meski terbilang sudah tua, perahu tambangan ini hingga kini masih eksis di tengah modernisasi peradaban masyarakat Samarinda. Anda dapat menemui perahu tambangan ini masih beroperasi setiap harinya di Dermaga Mahakam Ilir, kawasan Pasar Pagi, Kota Samarinda.
Dari Dermaga Pasar Pagi, perahu kecil ini membawa para penumpang menyeberang Sungai Mahakam ke beberapa titik di Samarinda Seberang, yaitu Sungai Keledang, Padaelo, Terminal Banjarmasin, Batang Haji, Batang Mukhsin, dan Mangkupalas.
Tarifnya cukup murah, hanya 5000 rupiah jika menunggu antrian, dan 20000 rupiah jika langsung diantarkan tanpa menunggu antrian.
Meski dinilai sudah mulai ditinggalkan karena masyarakat pada umumnya kini sudah mulai memiliki kendaraan pribadi, namun nyatanya perahu tambangan masih diminati dan bahkan menjadi pilihan utama untuk melintasi Sungai Mahakam.
Muhammad Azis, salah satu motoris tambangan, mengaku per hari mampu meraih omset 200 ribu rupiah pada hari biasa, dan 300 ribu rupiah hingga lebih pada hari raya besar.
“Ya kalau sehari sih bisa 200 ribu kalo hari biasa, kalo hari raya lebaran apa gitu itu bisa 300 ribu,” imbuh Azis.
Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan jika suatu saat usahanya sepi penumpang. Dirinya berharap agar pemerintah dapat lebih memperhatikan para motoris tambangan.
“Ya harapannya sih pemerintah bisa lebih memperhatikan lagi ya karena kan ini salah satu transportasi asli samarinda juga,” lanjutnya.
Warga lebih memilih menggunakan perahu tambangan sendiri karena dinilai lebih cepat untuk memotong rute tertentu dari Samarinda Kota ke Samarinda Seberang dan sebaliknya jika dibandingkan dengan melewati jembatan.
“Ya lebih cepet aja sih kalo mau sebrang dari pasar pagi gaperlu mutar dulu lewat jembatan, tarifnya juga murah,” jelas Eka salah satu Penumpang Kapal Tambangan.
Di Dermaga Mahakam Ilir sendiri, ada 60 perahu tambangan yang beroperasi setiap harinya mulai dari pukul 5 pagi hingga 11 malam. Pengawas Dermaga Mahakam Ilir, Suratim, menyebut masih eksisnya perahu tambangan hingga kini karena beberapa faktor, mulai dari campur tangan pemerintah Kota Samarinda yang melestarikan salah satu warisan sejarah tersebut hingga faktor kebutuhan masyarakat yang masih relevan dengan perahu tambangan hingga kini.
“Di Dermaga Mahakam Ilir sendiri, ada 60 perahu tambangan yang beroperasi setiap harinya mulai dari pukul 5 pagi hingga 11 malam, masih ada karena memang perhatian dari pemerintah juga dan memang masyarakat juga masih banyak yang lebih memilih kapal tambangan karena lebih praktis,” ujarnya.
Berkaitan dengan perkembangan zaman yang terjadi saat ini, perahu tambangan tidak lagi sekadar digunakan sebagai sarana transportasi semata, melainkan juga mulai dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi dan wisata yang memungkinkan pengunjung menikmati perjalanan melintasi sungai Mahakam yang memiliki nuansa yang sangat eksotis dan memikat hati.(adv/disparkaltim/al/fz)