KUTAIPANRITA.ID, KUTAI KARTANEGARA – Suasana tenang di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar), mendadak berubah menjadi sorotan publik.
Seorang pria berinisial MA, yang dikenal sebagai ustaz, kini harus berhadapan dengan hukum setelah diduga mencabuli tujuh santri laki-laki.
Kisah ini terungkap berawal dari kegelisahan orang tua para korban. Mereka lalu menyampaikan informasi kepada Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur.
Laporan pun segera diteruskan ke Polres Kukar, hingga petugas akhirnya menangkap MA.
Wakapolres Kukar, Kompol Aldy Harjasatya, mengungkapkan bahwa perbuatan bejat itu dilakukan berulang kali.
Modusnya, MA memerintahkan asistennya menjemput santri tertentu, lalu membawanya ke sebuah ruangan galeri tempat biasa latihan kaligrafi.
Di sanalah para korban diminta tidur sebelum pelaku melancarkan aksinya.
“Pengakuan dari pelaku, dia sengaja menyuruh santri tidur di ruangan itu. Saat korban terlelap, pelaku langsung meluncurkan perbuatannya,” jelas Aldy, kepada awak media saat Konferensi Pers, Jumat (15/08/2025) di Mapolres Kukar.
Yang membuat miris, MA diduga memilih korban dengan kriteria khusus.
“Kalau kita lihat, para korban ini punya paras yang gagah. Bahkan ada satu yang mirip artis,” ungkapnya.
Ternyata, MA bukan kali pertama tersandung kasus serupa. Pada 2021 lalu, ia pernah dilaporkan atas dugaan pencabulan terhadap seorang santri, namun kasus itu berakhir damai.
“Kami tegaskan akan mendalami kasus ini hingga ke akarnya. Kami juga membuka pengaduan bagi korban yang belum terungkap. Kalau ada, laporkan saja,” tegas Aldy.
Hingga kini, empat saksi dari lingkungan ponpes telah dimintai keterangan.
Mereka mengaku tidak mengetahui perilaku menyimpang tersebut.
Sementara itu, sejumlah barang bukti diamankan, di antaranya selimut putih, satu celana dalam, dan sebuah ponsel.
MA kini dijerat Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014 jo UU Nomor 35 Tahun 2014 serta pasal terkait dalam KUHP, dengan ancaman hukuman 5 hingga 15 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan anak di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren, membutuhkan pengawasan yang lebih ketat.
Pewarta : M. Fikri Khairi Editor : Fairuzzabady











