KutaiPanrita.id – Hari ketujuh merupakan hari puncak dari kemeriahan Erau Adat Pelas Benua, dimana terdapat serangkaian ritual yang dimulai sejak pagi hingga sore hari. Salah satu ritual yang disakralkan yaitu mengulur atau melarung naga.
Pada ritual ini, rombongan utusan Kesultanan Kutai Kartanegra Ing Martadipura mengarak sepasang replika naga menggunakan kapal untuk dilarung di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara (Kukar) tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.
Upacara mengulur naga memang tidak dapat dilepaskan dari riwayat legenda tentang Putri Karang Melenu, permaisuri dari raja pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Kedua pasangan yang menjadi cikal bakal keluarga Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura itu, dikisahkan bukan merupakan keturunan manusia biasa.
Keduanya muncul dari dua kejadian misterius yang kemudian secara turun temurun terpelihara menjadi legenda masyarakat Kutai.
Legenda rakyat tersebut mengisahkan bayi Aji Batara Agung Dewa Sakti muncul tiba-tiba di depan rumah seorang pembesar masyarakat Jaitan Layar. Bayi tersebut terbaring di atas Batu Raga Mas dengan tangan kanan menggenggam sebutir telur ayam dan tangan kirinya menggenggam keris emas.
Dikisahkan bahwa tujuh dewa turun dan memberikan petunjuk pada sang pembesar bahwa anak tersebut berasal dari khayangan dan harus dibesarkan dengan cara yang berbeda dengan anak manusia biasa.
Sang permaisuri juga dikisahkan muncul secara misterius dari dasar Sungai Mahakam. Bayinya terbaring di atas sebuah gong yang dijunjung oleh seekor naga yang muncul dari pusaran air.
Naga tersebut kemudian mengantarkan Putri Karang Melenu ke hadapan seorang petinggi Hulu Dusun yang telah membesarkan sang naga. Sang pembesar kemudian menjadi orangtua angkat yang membesarkan sang putri hingga dewasa.

Rombongan utusan Kesultanan Kutai Kartanegra Ing Martadipura mengarak sepasang replika naga untuk dilarung di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara (Kukar) tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.(Foto : Awal)
Naga dalam upacara mengulur naga merepresentasikan makhluk legendaris dalam legenda Putri Karang Melenu tersebut.
Replika naga tersebut memiliki panjang kurang lebih 31,5 meter, dengan kepala dan ekor yang terbuat dari kayu.
Badan naga terbuat dari rangka rotan dan bambu yang dibungkus kain berwarna kuning, dihiasi kain perca warna-warni sebagai sisiknya.
Kedua naga itu dibuat sebelum Erau Adat Pelas Benua berlangsung dan disemayamkan disisi kanan kiri Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura atau gedung Museum Mulawarman.
Dalam ritual ini, kedua replika naga yaitu Naga Bini dan Naga Laki, dibawa dari Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura menuju Desa Kutai Lama untuk dilarungkan kan ke sungai.
Sepanjang perjalanan, kapal yang membawa replika naga itu akan singgah di sejumlah tempat untuk memberi kesempatan pada belian laki dan belian bini untuk melakukan ritual berkomunikasi dengan dunia gaib.

Rombongan utusan Kesultanan Kutai Kartanegra Ing Martadipura mengarak sepasang replika naga untuk dilarung di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara (Kukar) tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.(Foto : Awal)
Sesampainya di Jaitan Layar, Desa Kutai Lama, kapal akan berputar sebanyak tujuh kali sebelum akhirnya merapat ke tepian batu.
Saat itu, bagian kepala dan ekor naga dipisahkan dari badannya. Bagian kepala dan ekor dibawa kembali ke Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura untuk Erau Adat Pelas Benua di tahun berikutnya.
Sedangkan bagian tubuh naga diturunkan atau dalam bahasa daerah dilaboh dari atas kapal ke sungai, dan masyarakat sekitar yang menyaksikan kegitana itu akan berlomba-lomba mendapatkan bagian sisik dari naga yang dipercaya memiliki kekuatan untuk mewujudkan harapan pemiliknya.(adm_alf/ik)